Hari 19 - Tirakat
Doa yang Tidak Terdengar, Tapi Didengar
Pernahkah kamu berdoa dalam diam, berharap sesuatu yang tak pasti datang, tapi hanya diterima dalam kesabaran? Aku pernah. Ini bukan sekadar cerita tentang harapan yang belum terwujud, atau tentang luka yang tak kunjung sembuh. Ini adalah perjalanan aku dan pasanganku belajar mencinta dengan cara yang berbeda—mencinta tanpa syarat, melepaskan tanpa menyerah.
Ada luka yang tidak pernah benar-benar sembuh, tapi justru mengantar kita pada cinta yang lebih dalam. Ada doa yang tak terucap dengan kata-kata, tapi mengalir lewat napas, lewat sabar, lewat langkah kaki yang tetap melangkah meski hati retak.
Tirakat ini bukan tentang memohon diberi keturunan, bukan pula tentang menunggu budi baik kembali dengan kebaikan yang sama. Ini adalah tirakat sunyi—belajar menerima apa yang tak bisa diubah, mencinta tanpa mengharap balasan, dan percaya bahwa Tuhan bekerja diam-diam melewati luka, melewati sepi, melewati doa-doa yang tak selalu dijawab tapi selalu didengar.
Melepaskan bukan berarti menyerah. Melepaskan adalah tanda kekuatan, tanda kesadaran bahwa tidak semua hal harus kita genggam erat. Kadang, mencinta adalah membiarkan tanpa harus memiliki.
Jika kamu sedang dalam perjalanan yang sama, ingatlah: kamu tidak sendiri. Doa-doa yang tak terucap, air mata yang jatuh dalam diam, semua adalah bagian dari tirakat cinta yang mengajarkan kita tentang kekuatan dan kedamaian.
Komentar
Posting Komentar