Hari 12 - Orang yang mengubah pandanganku

Aku kepada aku, dengan ibu sebagai cahaya yang tak padam.

Ada orang-orang yang datang dan pergi, tapi ada juga yang tetap hidup dalam cara kita melihat dunia. Ibu, meskipun sudah berpulang, tetap mengajariku cara memandang hidup dengan lembut dan penuh kekuatan.

Dulu, aku pikir menjadi kuat adalah tentang tidak menangis, tentang menahan beban sendiri tanpa bersuara. Tapi ibu, dengan keteduhan sikapnya, mengajarkanku bahwa kekuatan justru terletak dalam keberanian untuk merasakan, dalam keikhlasan menerima, dan dalam kesabaran menjalani.

Kini, saat aku berjalan sendiri melewati banyak ketidakpastian, aku sering memeluk diriku sendiri seperti ibu dulu memelukku saat kecil. Dalam keheningan, aku menyadari bahwa ternyata, aku pun telah menjadi seseorang yang mengubah pandanganku sendiri. Aku yang dulu hanya ingin bertahan, kini perlahan belajar untuk hidup sepenuhnya — meski masih terluka, meski masih belajar.

Bu,
Hari ini aku menuliskan ini sambil mengingat wajahmu—hangat, teduh, dan selalu menerima. Meski ragamu sudah tiada, setiap langkahku masih terasa ditemani oleh nasihatmu, doamu, dan caramu mencintai dalam diam.

Sering kali aku ingin bercerita langsung padamu, tentang hari-hari yang berat, tentang keputusan-keputusan yang sulit, tentang hidup yang tak selalu ramah. Tapi entah bagaimana, hatiku tahu, Ibu pasti mengerti—seperti dulu, tanpa aku harus menjelaskan panjang lebar.

Aku masih berproses, Bu. Tapi pelan-pelan aku tahu bahwa aku kuat, bukan karena tak pernah jatuh, tapi karena pernah Ibu ajari cara bangkit.

Kalau aku bisa memilih, aku ingin pulang padamu. Tapi sekarang, biarlah tulisan-tulisan ini menjadi jalanku pulang—pada diriku, dan pada cinta yang Ibu tanamkan dulu.

Terima kasih sudah menjadi cahaya bahkan saat sudah tak ada.

Aku rindu,
Anakmu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hari 2 — Satu Tempat yang Membekas di Hati

Halo, Ini Aku

Hari 1 - Mengapa aku menulis