Melihat diri dengan mata yang baru
Sering kali kita terjebak dalam cara pandang lama tentang diri sendiri, terkurung dalam penilaian atau standar yang dibuat oleh orang lain. Namun, bagaimana jika kita berani melihat diri dari perspektif yang berbeda? Perspektif yang lebih jujur dan penuh kasih. Dalam perjalanan ini, aku berusaha untuk membuka mata dan hati, mencari sisi baru dari diri yang selama ini mungkin terabaikan.
Hari 8
Dalam diam, aku belajar memahami
Sebuah perjalanan kecil dalam memahami: bahwa kadang, luka yang paling dalam pun memilih diam.
Ada masa-masa ketika aku merasa sendiri, merasa tidak dianggap. Sedih, kecewa, dan bertanya-tanya dalam hati: apa aku tidak cukup berarti?
Tapi dalam riuhnya perasaan itu, perlahan aku mulai melihat sesuatu yang sebelumnya luput dari mataku.
Bahwa diamnya seseorang, dinginnya sikap, tidak selalu berarti tak peduli. Kadang, diam adalah cara paling sunyi untuk bertahan.
Suamiku, dengan segala lukanya yang tersembunyi, mengajarkanku satu hal penting: bahwa yang sakit bukan hanya aku.
Di balik sikap menghindar dan ketidakpekaan yang kadang membuatku menangis dalam diam, ada hatinya yang juga sedang berjuang.
Membalut luka, merawat kecewa, dengan caranya sendiri — tanpa merepotkan siapa pun.
Aku belajar bahwa luka tidak selalu berteriak minta perhatian.
Ada luka-luka yang justru memilih diam karena takut semakin menyakiti orang lain.
Dan aku, perlahan, belajar untuk mendengar lebih dari sekadar kata-kata.
Belajar membaca isyarat kecil, mendengar perasaan yang tak terucapkan.
Dalam perjalanan ini, aku sedang belajar satu hal besar:
bahwa memahami seseorang bukan tentang mengubah mereka sesuai keinginanku, tapi menemani mereka tumbuh, dengan penuh kasih, bahkan ketika aku sendiri pun sedang belajar untuk sembuh.
Karena kadang, diam adalah bahasa paling jujur dari hati yang terluka.
Dan dalam diam itu, aku ingin tetap tinggal, tetap memahami, dan tetap bertumbuh
Komentar
Posting Komentar